“Heh,
cengeng lo!
“Cemen
lo.. Hahaha..”
Ledek
serombongan bapak-bapak yang sedang nongkrong sambil tertawa-tawa, kepada Rays
yang sudah ngamuk-ngamuk.
“Gak,
Pak, Rays gak cengeng, kok. Rays kurang suka diledekin, Pak. Kalo lawan
bicaranya sopan, dia ikut sopan kok” Ucap saya –sebijak- mungkin, demi
menghormati orang lain, padahal saya jengkel juga, anak yang biasa saya jaga
hati nya dirumah, malah diledek-ledek tanpa alasan jelas.
“Biarin,
biar biasa Bu, diajarin dari sekarang, biar gak gampang ngamuk-ngamuk” sahut
mereka, saya makin greget.
Rays
memang tidak suka diledek, tapi ia akan menjawab dengan sopan jika disapa.
Anggaplah itu kekurangan nya, namun dibalik sifatnya yang tidak suka diledek,
ia anak yang tidak mudah di dikte oleh sesiapa yang ia anggap tidak patut.
Saya
tidak lagi menyahut. Saya kurang suka debat kusir, debat yang gak tentu ujung
pangkalnya, mubazir ludah. Rays saya ajak pulang, menghindari dari pengaruh
yang tidak diinginkan.
Kejadian
diatas, terus saja berulang, tiap kali Rays bermain disekitaran mereka.
Lancang
sekali rasanya, ketika orang yang bukan siapa-siapa, tidak berkontribusi
secuilpun pada kehidupan kami, malah kepedean berkata mau “mengajari” anak saya
dengan adab yang kurang mulia. Pertanyaan besar saya terhadap mereka, apakah
mereka sudah mengajari anaknya masing-masing dirumah? Sedangkan, saya lihat
mereka kebanyakan nongrong diluar rumah, di jam-jam yang seharusnya pendidikan
keluarga ditegakan. Bukankan mereka seorang qawwam?
Saya
pasti bakal di nyinyir netijen, “ah baperan lo!”, “makanya gaul dikit”, “maen
lo kurang jauh”
Seraaah
lo dah..
Kita
beda orientasi, sampe monyet bertelor juga gak bakalan sejalan. Kiamat itu
makin deket, bukan makin jauh, rugi kalo kebanyakan bercanda. Banyak tertawa
itu mematikan hati.
Didik
anak itu masing-masing lah yaw.. Saya punya target tersendiri perihal apa saja
yang mesti tercapai oleh Rays diusia nya sekarang, saya gak buru-buru suruh
Rays ‘inggah-inggeh’ diluar pendidikan tauhid. Pendidikan sosial, kelak, sedikit demi sedikit, akan
mengikuti seiring dengan bertambahnya usia dan kedewasaannya.
Saya
fokus pada pondasi akhlaknya saja dulu, mana yang baik, mana yang buruk, gimana
adab-adab terhadap orang yang lebih tua, menghormati orang lain seperlunya,
terutama JANGAN MUDAH DIDIKTE, pertahankan diri jika memang itu tidak sesuai
prinsip.
Rays
gak sekedar saya didik buat jadi dokter, pilot atau pegawai ASN. Terserah dia
mau jadi apa kelak, yang penting jiwa memimpinnya unggul dan punya rasa
tanggung jawab atas kemaslahatan umat. Sedang, untuk urusan dunia saya santai,
gak buru-buru.
Kelihatan
muluk-muluk ya, untuk urusan niat dan cita-cita memang harus optimal dan
detail, biar Allah ijabah, yang penting niat dasarnya sudah Lillahi Ta’ala.
Jangan
usik cara saya, saya tidak terima jika “budaya basa-basi” malah fatal,
menggerus fitrah baik anak-anak kami, PLEASE STOP BASA-BASI YANG GAK PERLU!
Astagfirullahal’aziim,
semoga Allah memaafkan dan memampukan saya, mengalihkan emosi menjadi hal yang
lebih bermanfaat, aamiin.
“Sensi
banget si lo, digituin doang baper!”
Suka-suka
gue dong baper, baper kan pangkal sukses gakgakgak..
Bukan
perkara baper gak baper ya pakbapak, buibu, tapi perkara kecerdasan emosi dan
kejiwaan anak, semenjak peristiwa itu, anak saya yang aselinya pemberani,
galak, tegas bak singa, jadi pemalu dan gak percaya pada dirinya sendiri, apa
itu fatal? YA SANGAT FATAL, ANDA KETERLALUAN! apa ruginya bagi anda menjaga
lisan, pahamilah bahwa tidak semua orang bisa diajak bercanda berlebihan.
Terlalu
banyak bercanda, bisa mematikan hati.
#LagiSarkas
#SenggolTabok
0 Komentar