Ketika
kemarin saya ditanya “bagaimana sih cara mendidik anak yang baik dan benar”. Saya tidak bisa banyak menjawab, saya ini cuma perempuan yang “bekerja sangat keras” Cuma buat didik anak sendiri. Alih-alih punya ekspektasi tinggi, nyatanya saya ditakdirkan mendidik anak dengan berbagai keterbatasan, ilmu dan
pengalaman pengasuhan yang gak seberapa.
Flashback ke jaman saya dulu belum menikah dan bahkan pernah berniat untuk tidak menikah saja. Iya bener, saya sempet lho tidak mau nikah, akutu takut banget sama lelaki diluar sana, lelaki tuh kalo gak
ganjen ya cupu, lalu apa yang aku harapkan dari seorang lelaki, jika dirumah
saja aku sudah tercukupi dengan banyak cinta dari keluarga. Begitulah pikirku,
jaman dulu.
Apalagi sama anak kecil, ih boro-boro gemes, liat anak kecil nakal dikit
aja bawaannya pingin jitak, gatel tangan saking gak sukak nya sama anak kecil.
Sungguh perempuan macam apa aku, waktu itu..
Allah Sang Maha pembolak-balik hati, akupun kini mencintai
kehidupan yang dulu aku hindari.
Keterbatasan pengalaman yang aku miliki perihal pernikahan, pengasuhan anak
dan lain sebagainya, membuatku kini sangat “haus” akan ilmu tentangnya. Hal
yang dulu sangat amat aku hindari, kini sangat ingin ku jalani dengan detail,
begitu yakin ingin menekuni berbagai ilmu tentangnya. Aku dulu terlalu benci,
sehingga tak menyadari betapa “menantang” nya kehidupan dalam sebuah
pernikahan.
KOMUNIKASI PRODUKTIF
Sebelum mengenal istilah ini dari kelas bunsay, aku tersadar, ternyata
kegiatan ini seperti sudah begitu familiar dalam sejarah belajar kami. Hal ini
sudah sering sekali kami coba mempraktekannya. Momen ketika Rayyan berhasil
lepas popok diusia kurang dari 2 tahun, ketika Rayyan berhasil ber-WWL tanpa
drama sama sekali, ketika ia mulai suka menyikat gigi nya secara rutin, ketika
ia berhasil dengan toilet training nya, ketika ia tumbuh menjadi pribadi yang
berani, percaya diri, penyayang dan pemaaf, ketika ia aktif mengikuti berbagai
kegiatan di masjid.
Seperti yang pernah aku katakan, semua pencapaian tersebut gak lantas
dengan mudah didapat tanpa sebuah proses yang sangaaaaaaaat panjang. Ya,
begitulah konsistensi adalah ‘pupuk’ dalam sebuah keberhasilan komunikasi
produktif.
Terimakasih ya Allah, engkau anugerahkan kami banyak kesempatan baik dalam
berproses menjadi pribadi yang lebih baik. Bantu kami menjaga diri kami dari
sifat lalai dan angkuh. Mohon jagalah jiwa dan
raga ini ya Rabb.. Moga proses belajar kami akan selalu dekat dengan ridho-Mu..
Terimakasih sudah bersedia mampir dan menyempatkan membaca, saya akan
senang sekali jika teman-teman berkenan meninggalkan komentarnya dibawah ini – HENNY F LESTARI –
0 Komentar