Siang ini, hujan turun. Rayyan yang baru saja saya ajak pulang dari
bermain ditempat embahnya, begitu sadar hujan baru saja turun, meminta kepada
saya “Bunda, boleh main hujan ya Bunda?’
Waduh, bakal repot nih, pikir saya dalam hati. Niatnya kan bocah aktif
ini mau saya ajak bobok siang, berhubung sudah lewat waktu zuhur. Dan sudah
masuk jam capek saya juga. Eh, dia malah minta main hujan, duh.. Gusti..
Terbayang sudah baju basah, kotor kena becekan, harus mandi keramas lagi, belom
lagi khawatir ia terkena batuk flu atau demam. Kalau pikiran sudah se-lebay ini
biasanya saya langsung mencak-mencak, spontan mengeluarkan kalimat yang tidak
produktif “GAK BOLEH! Dedek mau entar batuk pilek lagi, banyak cacing tau di
tempat becek!”
Beruntung, Allah anugerahkan saya kesempatan belajar dan kebetulan
dihadapkan kembali pada situasi yang sebetulnya sering saya lalui, hanya saja
kali ini Allah ingin saya memperbaiki diri, berdamai dengan diri dan
memperbaiki komunikasi saya pada anak shalih ini.
“Boleh ya Nda, boleh ya. Dedek kan udah makan, udah minum pitamin, dedek
baca bismillah Nda, biar dijaga sama Allah, entar kumannya kepanasan” ucapnya
excited, dengan mata belo nya yang membulat lucu.
MasyaAllah.. seringnya ia bahkan yang mengingatkan saya bahwa segala
perlindungan itu datangnya dari Allah.
Oke, bhaiquelah.. Tarik nafas, hembuskan.. Dengan menerapkan kaidah “Intonasi Suara” saya
coba mengatur volume suara dan menahan suara agar gak mbekér (istilah jawa dari
suara kuda yang melengking)
“Okey, dedek boleh main hujan. Tapi cuma 5 menit aja ya, gak boleh main
dekat got, bahaya. Janji habis main hujan kita mandi, keramas sama minum susu
anget ya, habis itu kita bobok” ucap saya ((berusaha)) selembut mungkin memberi
syarat.
“yey. yey, yey, yey.. main hujan.. main hujan!” ucapnya senang, tanpa
‘entah’ mendengar syarat yang saya ajukan atau tidak. Seharusnya
saya disini menerapkan kaidah “Keep Information
Short & Simple” tapi lupa hehehe.. Well, we will try next moment.
Hikmah yang saya dapet dari peristiwa hari ini adalah bahwa fitrah
keimanan yang dimiliki anak, seringkali menjadi pengingat kami sebagai orang
tua. Membuat kami malu, bahwa meski sudah banyak tikungan-tikungan yang kami
lalui namun kami sering lupa, bahwa hanya kepada Allahlah kami seharusnya
kembali ber-rotasi atas segala-galanya. Terimakasih Nak, semoga berkah Allah
senantiasa bersamamu.
Terimakasih sudah bersedia mampir dan menyempatkan membaca,
akan senang sekali jika teman-teman berkenan memberikan komentarnya. – HENNY F LESTARI –
0 Komentar